Di Banda Aceh, Ada Keluarga yang Makan Sekali dalam Sehari

DI tengah kemajuan dan modernisasi Kota Banda Aceh, ter­nyata masih ada warga Ibukota Provinsi Aceh itu yang ma­kan satu kali sehari. Hal itu dialami keluarga pasangan Adi Saputra (28) dan Nurhayati (21) beserta dua orang anaknya.

Hal tersebut terungkap saat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Arida Sahputra bersama Komunitas Solidaritas Duafa Aceh (KSDA) mengunjungi keluarga bayi malang Bunga (8 bulan) yang me­ngalami gizi buruk di Jalan Tanggul Gampong (desa) Kuta Alam, Banda Aceh, Kamis (12/10).

Keluarga kecil itu menetap di kamar kontrakan berukuran 3 x 3 meter. Kamar tersebut disewa Rp200.000/bulan dan dibayar per hari Rp5.000 sampai Rp10.000. Semua kegiatan kebutuhan hari-hari dilakukan di ruangan yang kecil tersebut. Mulai dari memasak, makan dan menerima tamu. Semua perlengkapan rumah tangga seperti lemari, peralatan dapur dan tempat tidur me­nyatu di dalam satu kamar.

Adi Sahputra mengaku, selama ini mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari hasil mengamen, yang per harinya hanya mengumpulkan antara Rp20.000- Rp30.000.

Kepada Arida dan personel KSDA, Adi mengungkapkan, mereka sekeluarga selama ini hidup serba kekura­ngan, bahkan anaknya yang saat ini sudah berumur 6 tahun tidak bisa di­sekolahkan karena persoalan biaya.

“Jangankan biaya sekolah, untuk makan saja mereka sering jamak dari sarapan pagi dan makan siang disatukan pada malam hari,” ujar Adi sembari menambahkan, putri bungsunya Bunga, mengalami gizi buruk karena sudah tidak diberikan ASI lagi tetapi hanya mengkonsumsi teh manis.

Adi menyebutkan, selama ini mereka tidak pernah menerima bantuan sepeser pun dari berbagai pihak. Bahkan jatah beras raskin tidak pernah didapat, bantuan dari gampong juga tidak pernah terima.

Disinggung soal identitas kependudukan, Adi Sahputra mengaku tidak pernah sempat mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun Kartu Keluarga (KK) ke kantor keuchik karena setiap hari harus mencari nafkah de­ngan mengamen di berbagai tempat.

Menanggapi hal itu, Arida Sahputra mengaku sangat prihatin karena ternyata di Kota Banda Aceh masih ada warga yang menderita gizi buruk dan keluarga yang makan hanya sekali sehari. Untuk itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemko setempat.

Arida menyatakan sudah berkomunikasi dengan Plt Kepala Dinas So­sial Kota Banda Aceh, Dodi Haikal dan bahkan mengajak untuk turun bersama-sama ke lapangan melihat kondisi bayi Bunga dan keluarga. Tetapi, Dinas Sosial Banda Aceh hanya bisa mengirimkan tim.

“Pak Dodi kami ni­lai belum serius menanggapi hal ini. Dia hanya mengirimkan tim untuk mem­verifikasi kasus yang sudah kami la­porkan ini,” ujar Arida.

Untuk itu, Arida meminta agar Dinas Sosial Kota Banda Aceh harus cepat tanggap terhadap kondisi warganya yang membutuhkan perhatian serius. Karena kasus gizi buruk di Kota Banda Aceh ini bukan yang pertama kali.
“Beberapa tahun lalu, ada penderita gizi buruk meninggal dunia di Gampong Beurawe dan pihak Pemko tidak ada yang tahu,” ujarnya.     

Selain memberikan sumbangan, Ari­da Sahputra berkomitmen untuk me­ng­adopsi kasus ini bersama KSDA Kota Banda Aceh. Pihaknya akan terus berkomunikasi dengan dinas sosial, baitul mal dan Pemko untuk membantu Bunga.

“KSDA Banda Aceh juga terus memperhatikan kondisi Bunga dengan membuka rekening donasi untuk membantu keluarga miskin tersebut,”  tandas Arida.(irn)
Sumber: Harian ANALISA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar