Masjid Rahmatullah, Saksi Bisu Tsunami

Oleh: Iranda Novandi
MASJID Rahmatullah Lampuuk, Aceh Besar. Tentu masih dalam ingat­an kita tentang masjid ini. Dia adalah salah satu saksi bisu kedah­syatan tsunami yang terjadi di Aceh 13 tahun silam, 26 Desember 2004.

Usai salat Jumat, dua pekan lalu, tampak satu pemandangan tak terlu­pakan yang terjaga dalam bangunan masjid yang pertama kali dibangun pada 19 Maret 1990 atau 21 Syakban 1410 H.


“Sejumlah jamaah yang berasal dari luar Aceh masih setia mengun­jungi masjid ini, terlebih saat bulan Rama­dan seperti sekarang ini,” H Anwar, salah seorang warga setem­pat, berbin­cang dengan Analisa.

Masjid yang terletak hanya 500 meter dari bibir laut itu dan masih berdiri kokoh setelah diterjang tsunami 2004, memang kerap dikun­jungi pendatang luar Aceh. Rasanya, jika tiba di Banda Aceh tidak lengkap bila tak berkunjung ke masjid ini.

Para jamaah atau pengunjung s­eakan bisa bagaimana dahsyatnya tsu­nami yang melanda Aceh tersebut dari masjid ini. Pasalnya, dalam ba­ngunan masjid ini masih tersisa bong­kahan dan patahan tiang masjid yang dihantam gelombang raksasa ter­sebut.

“Ini sengaja dijadikan monumen untuk mengingat tsunami yang me­lan­da Aceh,” tambah Anwar sambil me­lanjutkan, meski telah direnovasi oleh lembaga Bulan Sabit Merah Turki, sisa-sisa reruntuhan tsunami itu tetap dipertahankan.

Selain bekas reruntuhan bangunan, masjid yang pertama kali diresmikan Gubernur Aceh saat itu, Prof Dr H Syamsuddin Mahmud, pada 10 Juma­dil Awal 1818 H atau 12 September 1997, juga terdapat foto-foto suasana masjid pascatsunami yang terpajang di dinding kaca yang memagari mo­numen sisa tsunami tersebut.

Masjid itu sendiri selesai direno­vasi dua tahun pascatsunami dan di­res­mikan pemakaiannya oleh Wakil Perdana Menteri Turki saat itu, Meh­met Ali Sahin, 26 Desember 2006.

Masyarakat Aceh dan Turki dalam lintasan sejarah memang memiliki kedekatan istimewa. Pada masa lalu, Turki pernah mem­bantu Aceh mem­bangun tentara laut yang tangguh. Di Aceh pula terdapat makam yang diyakini mlik ahli perang asal Turki.

Lampuuk merupakan salah satu daerah terparah yang diterjang tsunami Aceh 26 Desember 2004. Dari jumlah penduduk saat itu yang men­capai 6.000-an, hanya tersisa se­kitar 700 ji­wa saja. Selainnya, men­jadi korban. Selain itu, rumah warga rata dengan tanah. Yang tersisa hanya Mas­jid Rah­matullah!


Di areal masjid ini terdapat empat pra­sasti. Salah satunya menjelaskan ikhwal pembangunan masjid pascatsunami. Pra­sasti itu dibuat dalam tiga bahasa, yakni Bahasa Indonesia, Inggris dan Turki.

Dalam salinan dan teks lengkapnya tertulis kalimat seperti ini:
“Pekerjaan perbaikan mesjid Rahma­tullah yang rusak akibat gempa dan tsunami pembangunan dua unit menara dan pagar keliling oleh Bulan Sabit Merah Turki” (Indonesia)
Dalam bahasa Turki tertulis, “Rahma­tullah Caminin Tsunamide hasar gormus kisimlari, minateleti ve cevre duvarlari Tur­kiye Kizilay Dernegi Tarafindan Yapil­mistir.”

Dalam prasasti lain, dijelaskan mengenai sejarah singkat Masjid Rahmatullah yang ditulis dalam Bahasa Aceh, Indonesia dan Inggris. Dalam bahasa Aceh tertulis: “Meu­seujid Rahmatullah Lampu'uk geupeudong bak uroe 19 Maret 1990. Bak watee tsunami 26 Desember 2004, cit meung Mesu­seujid nyoe sagai bangonan nyang seula­mat di dairah Lampu'uk.”

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah “Masjid ini pertama kali dibuka untuk umum pada 19 Maret 1990. Ketika tsunami 26 Desember 2004 terjadi mesjid ini merupakan satu satunya bangunan yang tetap berdiri dari daerah Lampu'uk.”

Keagungan Tuhan
Karena, keberadaan masjid ini sudah mendunia pasca tsunami, maka dilengkapi penjelasan dalam bahasa Inggris.
“Monumen yang ada di dalam masjid ini mengajarkan kita tentang keagungan Tuhan yang tak bisa terbantahkan oleh manusia,” ujar Ardi, warga pendatang yang dijumpai di Masjid Rahmatullah pada hari itu.

Momumen ini juga semakin membuat ibadah para jamaah masjid semakin khusuk. Sebab, sisa-sisa reruntuhan tsunami yang sengaja ditinggalkan dan terdapat dalam ruang kaca, dapat dilihat langsung saat orang memasuki masjid tersebut meski dari sisi atau pintu manapun orang tersebut masuk.

Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik saat menjejakkan kaki ke masjid ini. Analisa sendiri, meski sudah berulang kali masuk masjid ini pascatsunami, namun ra­sanya ada yang lain yang tetap menggetar­kan hati saat kembali memasuki masjid ini. Terlebih saat Ramadan. Rasanya, membuat jiwa semakin dekat de­ngan Sang Khalik, untuk selalu menyem­bah-Nya dalam ibadah nan khusuk.

Jika ada waktu berkunjung ke Banda Aceh atau Aceh Besar, usahakanlah sing­gah ke Masjid Rahmatullah ini. Hanya me­nempuh waktu sekitar 30 menit, atau sekitar 25 kilometer arah barat Banda Aceh. Jika Anda melintas melalui Lhoknga, sekitar 2 kilometer sebelum masjid, kita juga ber­jumpa dengan kuburan massal para korban tsunami Aceh dalam satu liang.

Bagi yang ingin merasakan nilai salat yang lain dalam kekhusukan tersendiri, tak ada salahnya mencoba beribadah di masjid yang menjadi bukti nyata kekuasaan Allah SWT.
Masjid Rahmatullah pasca tsunami

Tulisan Ini sudah dipublis di Harian ANALISA pada 20 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar